Mencabut Parkir Non Berlangganan, Bukti Kelemahan Pemerintah Kabupaten Sidoarjo Menggali Potensi PAD
Berbagai sumber media masa di Kabupaten Sidoarjo, pada 5 September 2010, memuat statmen yang disampaikan oleh salah satu anggota Komisi B DPRD Sidoarjo yang mengusulkan program parkir non berlangganan untuk dihapus sebagai bagian item pendapatan asli daerah (PAD). Antara lain alasan yang disebutkan bahwa selama ini SKPD pemerintah Kabupaten Sidoarjo telah gagal mengelola pendapatan di sektor parkir (banyak terjadi kebocoran). Hal tersebut sangatlah konyol, karena potensi pendapatan di sektor parkir sungguh sangat potensial. Kalaupun kemudian terjadi kegagalan oleh pemerintah dalam mengelola pendapatan di sektor parkir, solusinya bukan kemudian harus dihapus, tetapi justru masyarakat menunggu keseriusan Pemerintah Kabupaten Sidoarjo dalam mengelola keuangan daerah; agar alokasi yang dijadikan sebuah target (pendapatan) dapat berjalan optimal. Misalkan membuat target pendapatan yang realistis, membuat sistem pungutan yang lebih profesional dan akuntabel, agar tidak terjadi kebocoran pendapatan.
Sebagai konsekuensinya, ketika mencabut/ menghapus program parkir non berlangganan antara lain mendorong program parkir berlanggan lebih optimal. Namun mereka (anggota komisi B DPRD Sidoarjo red) tidak dapat menawarkan konsep sistem yang kongkrit guna optimalisasi program parkir berlangganan.
Program parkir berlangganan secara prinsip dalam pelaksanaannya masih terjadi banyak persoalan. Misalkan, warga masyarakat yang mempunyai motor bernopol Sidoarjo (anggota parkir berlangganan) ketika parkir di area parkir berlangganan tetap saja dipungut biaya parkir oleh para jukir. Kedua, Program parkir berlangganan tidak cukup adil ketika diperlakukan terhadap semua masyarakat yang bernopol Sidoarjo. Karena tidak semua masyarakat yang mempunyai kendaraan bermotor mempunyai aktifitas/ dapat memanfaatkan area parkir berlangganan. Ketiga, Kantor Samsat sebagai kantor instansi yang berkewajiban memungut biaya parkir berlangganan tidak dapat profesional dalam menjalankan amanah regulasi. Hal tersebut dapat kita lihat dari keluhan masyarakat sebagaimana yang ditulis oleh salah satu warga Sidoarjo di alamat blog ini; saat membayar parkir berlangganan di kantor samsat tidak diberikan stiker oleh petugas samsat, padahal stiker sebagai tanda kendaraan bermotor yang telah membayar parkir berlangganan saat membayar pajak kendaraan bermotor (fatal). Serta keseriusan pemerintah dalam melaksanakan program parkir berlangganan tidak ketara; banyak keluhan dan pengaduhan masyarakat melalui P3M (Dinas Infokom Kabupaten Sidoarjo) pada tahun 2009 tidak satupun ditanggapi oleh pemerintah.
Harusnya pemerintah dapat lebih cermat dalam melihat problem keuangan daerah; merumuskan program peningkatan sebagaimana potensi yang ada. Pada Konteks ini, kalaupun pemerintah Kabupaten Sidoarjo jadi mencabut program parkir non berlangganan dan mendorong program parkir berlangganan guna peningkatan PAD sungguh kebijakan yang sangat tidak rasional, karena program parkir berlangganan di Kabupaten Sidoarjo belum dapat dijalankan secara profesional dan akuntabel.