BPLS “MALING” TANAH RAKYAT KORBAN LUMPUR

Sejak lahirnya Peraturan Presiden No.14 Tahun 2007 sebagai revisi Keputusan Presiden No.13 Tahun 2006 tentang Tim Nasional Penanganan Dampak Luapan Lumpur, terkesan pemerintah akan benar-benar menyelesaikan problem dampak luapan lumpur. Namun apa yang terjadi, justru keberadaan mereka di Sidoarjo memperuncing persoalan yang ada atau dapat kita sebut mereka (oknum Tim) mengambil keuntungan di atas penderitaan rakyat korban lumpur. Kenapa demikian? Kita semua tahu apa sebenarnya yang menjadi sumber masalah di Kecamatan Porong.
Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) sebagai badan yang diberi mandate Presiden untuk melakukan penanganan terhadap dampak luberan lumpur masih belum berjalan optimal. Sebagaimana Peraturan Presiden No.14 Tahun 2007, antara lain yang menjadi tugas dari BPLS adalah menyumbat semburan lumpur. Selama ini tidak ada upaya untuk melakukan penyumbatan. Mereka (tim BPLS) hanya sibuk urus dampak social yang notabene mempunyai potensi untuk cari keuntungan (disana). Missal, proses pengukuran dan validasi luasan tanah dan bangunan. Kasus terakhir yang mencuat di public adalah tanah milik lima orang bersertifikat di Desa Besuki, Kecamatan Jabon. Berdasarkan putusan pengadilan No.125/pdt./2010/pn.sda, No.126/pdt./2010/pn.sda, No.127/pdt./2010/pn.sda, No.128/pdt./2010/pn.sda, No.129/pdt./2010/pn.sda bahwa tanah sebagaimana yang dimaksud adalah tanah kering. Sebagaimana yang tertera dalam peraturan bahwa harga tanah kering sebesar Rp 1.000.000/m2. Namun apa yang terjadi? Pihak BPLS tidak mau membayar sebagaimana fakta/legalitas keberadaan tanah (kering), tetapi justru BPLS ingin membayarnya dengan harga tanah sawah sebesar Rp 120.000/m2.
Dalam Peraturan Presiden No. 48 Tahun 2008 pasal 15B menyebutkan bahwa ……………………….akta jual beli bukti kepemilikan tanah yang mencantumkan luas tanah adalah lokasi yang disahkan oleh pemerintah. Dan pada tatalaksana No.41/PRT/P2008 pasal 17 ayat 1 berbunyi bahwa dalam rangka penanganan masalah social kemasyarakatan, dilakaukan pembelian tanah dan bangunan di wilayah penanganan dengan akta jual beli bukti kepemilikan. Dengan demikian, tidak lain kami berharap kepada Presiden RI Bapak Susilo Bambang Yudhoyono sebagai pemberi mandate kepada BPLS untuk memberikan kebijakan kepada oknum BPLS untuk melakukan penyalahgunaan wewenang dan berjalan tidak sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.