DISHUB BELUM OPTIMAL KAWAL PARKIR
Parkir adalah
kendaraan berhenti atau tidak bergerak untuk beberapa saat dan ditinggalkan
pengemudinya ditempat parkir (Perda No.2 Tahun 2012). Pemungutan retribusi parkir
dapat dilaksanan langsung dan secara berlangganan (pasal 3).
Fenomena
parkir di Kabupaten Sidoarjo dapat kita klaim; hingga hari ini masih belum
dapat optimal sesuai dengan perencanaan. Hal tersebut dapat kita lihat dari
kawasan parkir yang sudah ditentukan oleh pemda berdasarkan peraturan daerah,
yakni parkir di tepi jalan umum, tempat khusus parkir dan parkir insidentil.
-
Pemungutan secara langsung
Yang dimaksud adalah pungutan (retribusi) yang dilakukan secara
langsung setelah wajib retribusi mendapatkan pelayanan parkir. Kategori ini
dilaksanakan pada jasa parkir di tepi jalan umum dan tempat parkir yang
bersifat insidentil.
Kemudian, yang perlu dievaluasi adalah bahwa ternyata banyak titik
parkir yang seharusnya tidak tergolong lokasi parkir dijadikan lahan parkir,
khususnya di tepi jalan umum. Contoh, di jalan Teuku Umar sepanjang jalan dari alun-alun
Sidoarjo ke arah mall Ramayana. Sangat jelas,
disepanjang jalan tersebut banyak dimanfaatkan untuk lahan parkir, meskipun
rambu-rambu “dilarang parkir” sudah sangat jelas terpampang disana. Hal tersebut
tidak hanya berdampak pada laju lalu lintas, melainkan juga mengganggu estetika
kota. Belum lagi di jalan Gajah Mada (disekitar pertokohan), disana lahan
parkir tidak hanya memakan jalur lalu lintas bahwa sebagian trotoar—yang mestinya
berfungsi untuk pejalan kaki—malah dibuat lahan parkir. Itu sebagian kecil yang
kita ketahui di sekitar pusat kota Sidoarjo. Bagaimana di kecamatan Taman,
Waru, Krian, Porong, dan Gedangan yang notabene banyak pusat perbelanjaan dan
keramaian. Apakah kondisinya sama dengan di pusat kota, ataukah lebih terpuruk
lagi ? yang kemudian menjadikan kita heran adalah kadang meraka (pengelola
parkir) ditepi jalan umum dianggap melanggar jalur lalu lintas dan estetika
kota, padahal ketika mereka “setor” untuk pendapatan dengan membeli bendelan
karcis di dinas perhubungan tetap dilayani. Rekomendasi kami adalah Kepala
Dinas Perhubungan Drs Joko Santoso MM harusnya mengeluarkan kebijakan yang
kongkrit, dengan membuat sebuah perencanaan pengelolaan “lahan parkir yang
pasti”, sehingga tidak menimbulkan polemic dan estetika kota dapat terjaga.
-
Pemungutan secara berlangganan
Program parkir
berlangganan secara prinsip dalam pelaksanaannya masih terjadi banyak
persoalan. Misalkan, warga masyarakat yang mempunyai motor bernopol Sidoarjo
(anggota parkir berlangganan) ketika parkir di area parkir berlangganan tetap
saja dipungut biaya parkir oleh para jukir. Kedua, Program parkir berlangganan
tidak cukup adil ketika diperlakukan terhadap semua masyarakat yang bernopol
Sidoarjo. Karena tidak semua masyarakat yang mempunyai kendaraan bermotor
mempunyai aktifitas/ dapat memanfaatkan area parkir berlangganan. Ketiga,
Kantor Samsat sebagai kantor instansi yang berkewajiban memungut biaya parkir
berlangganan tidak dapat profesional dalam menjalankan amanah regulasi. Hal
tersebut dapat kita lihat dari keluhan masyarakat sebagaimana yang ditulis oleh
salah satu warga Sidoarjo di alamat blog ini; saat membayar parkir berlangganan
di kantor samsat tidak diberikan stiker oleh petugas samsat, padahal stiker
sebagai tanda kendaraan bermotor yang telah membayar parkir berlangganan saat
membayar pajak kendaraan bermotor (fatal). Serta keseriusan pemerintah dalam
melaksanakan program parkir berlangganan tidak ketara; banyak keluhan dan
pengaduhan masyarakat melalui P3M (Dinas Infokom Kabupaten Sidoarjo) pada tahun
2009 tidak satupun ditanggapi oleh pemerintah.
Berbagai macam fakta kebijakan serta
dampaknya akan kita tayangkan berikutnya. Fakta tersebut merupakan hasil
investigasi crew pusaka community di lapangan. Serta kita akan melakukan kajian
terhadap hasil pengelolaan keuangan di sector parkir, khusunya yang berkaitan
dengan pendapatan asli daerah (PAD)
